Definisi Anemia
Anemia merupakan suatu kondisi atau istilah yang
menunjukan rendahnya hitungan jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin di
bawah normal. Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti
kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang
dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan
kapasitas pengangkut oksigen di dalam darah.
Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis
atau penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau
gangguan fungsi tubuh dan perubahan patofisiologis yang mendasar yang diuraikan
melalui anemnesis yang seksama, pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium.
Klasifikasi Anemia
Klasifikasi anemia berdasarkan derajat berat ringannya
menurut WHO adalah sebagai berikut:
- Ringan
sekali, jika kadar Hb 10,00 gr% -13,00 gr%
- Ringan,
jika kadar Hb 8,00 gr% -9,90 gr%
- Sedang,
jika kadar Hb 6,00 gr% -7,90 gr%
- Berat,
jika kadar Hb < 6,00 gr%
Klasifikasi anemia berdasarkan akibat Gangguan
Eritropoiesis atau sumber pembentukan eritrosit.
Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi zat besi diakibatkan oleh tidak
cukupnya suplai zat besi ke dalam tubuh sehingga mengakibatkan defek pada
sintesis Hb dan mengakibatkan timbulnya sel darah merah yang hipokrom dan
mikrositer.
Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi asam
folat atau vitamin B12, sehingga mengakibatkan gangguan pada sintesis timidin
dan defek pada replikasi DNA, efek yang dapat timbul adalah pembesaran
prekursor sel darah (megaloblas) di sumsum tulang, hematopoiesis yang tidak
efektif dan pansitopenia.
Anemia Aplastik
Anemia aplastic pada umumnya disebabkan oleh sumsum
tulang gagal memproduksi sel darah akibat hiposelularitas. Hiposelularitas ini
dapat terjadi akibat dari paparan racun, radiasi, reaksi terhadap obat atau
virus, dan defek pada perbaikan DNA serta gen atau keturunan.
Anemia Mieloptisik
Anemia mieloplastik merupakan anemia yang terjadi
akibat penggantian sumsum tulang oleh infiltrate sel-sel tumor, kelainan
granuloma, yang menyebabkan pelepasan eritroid pada tahap awal.
Penyebab Anemia
Penyebab yang paling sering dari anemia adalah
kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis atau pembentukan eritrosit
(sel darah merah). Zat-zat gizi tersebut antara lain adalah zat besi, vitamin
B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan akibat dari beragam kondisi seperti
perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan obat, dan sebagainya.
Berikut adalah penyebab yang umum dari kondisi anemia,
antara lain:
- Perdarahan
hebat dan akut (mendadak)
- Kecelakaan
- Pembedahan
atau operasi
- Persalinan
- Pecah
pembuluh darah
- Epistaksis
atau perdarahan hidung
- Wasir
atau hemoroid
- Ulkus
peptikum
- Kanker
atau polip di saluran pencernaan
- Tumor
ginjal atau kandung kemih
- Perdarahan
menstruasi yang sangat banyak
- Berkurangnya
pembentukan sel darah merah
- Kekurangan
zat besi, vitamin B12, asam folat dan vitamin C
- Penyakit
kronik
- Meningkatnya
penghancuran sel darah merah
- Pembesaran
limpa
- Kerusakan
mekanik pada sel darah merah
- Reaksi
autoimun terhadap sel darah merah
Pathway Anemia
Tanda Dan Gejala Anemia
Tanda dan gejala klinis anemia yang biasa muncul
merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai sistem yang ada di dalam tubuh
antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf) yang di
manifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus kerempeng),
pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak.
Pada kondisi anemia sering pula terjadi abnormalitas
pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung.
Cara mudah mengenal anemia dengan 5L, yaitu lemah,
letih, lesu, lelah, lunglai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan
seseorang terkena anemia.
Gejala lain yang dapat kita lihat pada anemia adalah
kulit tampak pucat, konjungtiva mata pucat dan sclera atau warna pucat pada
bagian kelopak mata bawah.
Komplikasi Anemia
Anemia jika di biarkan dan tidak ditanggulangi dengan
tepat dapat menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia
akan mudah terkena infeksi atau dengan kata lain mudah sakit. Gampang
batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung
juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat.
Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat
ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi
janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu
perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak
Peemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk
mendiagnosa anemia adlah sebagai berikut.
- Jumlah
darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.
- Jumlah
eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (molume
korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan
mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP).
Pansitopenia (aplastik). Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun
(AP), meningkat (respons sumsum tulang terhadap kehilangan
darah/hemolisis). Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan
bentuk (dapat mengindikasikan tipe khusus anemia).
- LED :
Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal : peningkatan
kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi. Masa hidup sel darah
merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal : pada tipe anemia
tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup lebih pendek. Tes
kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
- SDP :
jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin
meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik). Jumlah trombosit : menurun
caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi (hemolitik) Hemoglobin
elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
- Bilirubin
serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik).
- Folat
serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan
defisiensi masukan/absorpsi. Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
TBC serum : meningkat (DB). Feritin serum : meningkat (DB). Masa
perdarahan : memanjang (aplastik)
- LDH
serum : menurun (DB). Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine
(AP)
- Guaiak
: mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster,
menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB). Analisa gaster : penurunan
sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam hidroklorik bebas (AP).
Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah
dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia,
misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel
darah (aplastik).
- Pemeriksaan
andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan : perdarahan GI
Penatalaksanaan
penatalaksanaan umum anemia ditunjukan untuk mencari
penyebab dari anemia tersebut dan mengganti jumlah darah yang hilang jika
anemia disebabkan oleh perdarahan. Anemia ini dapat diberikan:
- Transpalasi
sel darah merah.
- Antibiotik
diberikan untuk mencegah infeksi.
- Suplemen
asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
- Menghindari
situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen
- Obati
penyebab perdarahan abnormal bila ada.
- Diet
kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.
Pengobatan
(untuk pengobatan tergantung dari penyebabnya) :
Anemia defisiensi besi
Penatalaksanaan anemia defisiensi zat besi adalah
dengan mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan makanan yang
diberikan seperti ikan, daging, telur dan sayur. Pemberian preparat fe
Perrosulfat 3x 200mg/hari/per oral sehabis makan Peroglukonat 3x 200 mg/hari
/oral sehabis makan.
- Anemia
pernisiosa dengan pemberian vitamin B12
- Anemia
asam folat diberikan asam folat 5 mg/hari/oral
- Anemia
karena perdarahan, untuk mengatasi perdarahan dan syok dengan pemberian
cairan dan transfusi darah.
ASKEP ANEMIA
APLIKASI NANDA NIC NOC
Untuk
selanjutnya langsung saja saya paparkan bagaimana konsep Asuhan
Keperawatan Anemia Menggunakan Aplikasi Nanda NIC NOC yang saya
dapat dari literature-literatur.
Identitas
Klien
Silahkan
masukkan identitas klien mulai dari nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan,
tempat tiinggal, dan lain-lain. Identitas klien disini dapat menjadi penunjang
informasi dalam memberikan asuhan keperawatan.
Keluhan
Utama
Keluhan
utama yang biasa muncul pada pasien anemia biasanya 5 L, lemah, letih, lesu,
lemas dan lunglai.
Riwayat
penyakit masa lalu
Riwayat
penyakit gastritis, tukak lambung, perdarahan, hemoroid dain lain-lain.
DATA FOKUS
PENGKAJIAN ASKEP ANEMIA MENGGUNAKAN 13 DOMAIN NANDA
PROMOSI
KESEHATAN
Data Subjektif:
Kesehatan
umum klien biasanya tampak sakit sedang hingga berat
Penyakit
yang lalu seperti hemoroid, gastritis, perdarahan
DO:
KU tampak
sakit sedang hingga berat
TTV: TD
terkadang turun dari normal, Nadi Biasanya normal atau takikardi, RR dapat
naik, suhu biasanya normal.
NUTRISI
DS:
Perubahan
selera makan seperti anoreksia, mual dan muntah
DO:
BB biasanya
juga dapat menurun
ELIMINASI
Sistem
gastrointestinal
DS:
Riwayat
penyakit pencernaan, hemoroid, gastritis, gastritis erosive dan melena.
DO:
Konsistensi
dan karakteristik BAB biasanya disertai darah
Pengkajian
abdomen:
Inspeksi
perut tampak normal
Palpasi
perut lembut
Perkusi
abdomen peka
Auskultasi
bising usus biasanya normal
AKTIVITAS
DAN ISTIRAHAT
Aktivitas
DS:
Badan lemas,
cepat lelah dan terasa ngantuk
DO:
Penampilan
umum selama beraktivitas tampak lesu
KEAMANAN DAN
PERLINDUNGAN
DS:
Nadan terasa
dingin
DO:
Suhu
biasanya normal dan turun
Keringat
dingin
PEMERIKSAAN
PENUNJANG YANG DAPAT DI LAKUKAN UNTUK MENUNJANG DIAGNOSA ANEMIA
Pemeriksaan
penunjang untuk menunjang diagnosis anemia biasanya pemeriksaan darah atau
hemoglobin dan biasanya didapatkan kadar hb menurun.
DIAGNOSE
KEPERAWATAN YANG MUNGKIN DAPAT MUNCUL PADA PASIEN ANEMIA
- Kelelahan berhubungan
dengan anemia
- Perubahanperfusi jaringan perifer berhubungan
dengan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
- Risikoinfeksi
INTERVENSI
KEPERAWATAN PADA PASIEN ANEMIA
Diagnosa 1 :
Kelelahan berhubungan dengan anemia
Tujuan dan kriteria hasil (NOC)
Setelah
dilakukan perawatan pasien akan:
- Beradaptasi dengan keletihan
yang dibuktikan oleh toleransi aktivitas, ketahanan, dan status nutrisi
(energy dan energy psikomotor)
- Menunjukkan penghematan energy
yang dibuktikan dengan indicator sebagai berikut:
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Mempertahankan
nutrisi
|
|||||
Keseimbangan
antara aktivitas dan istirahat
|
|||||
Menggunakan
teknik penghematan energy
|
|||||
Mengadaptasi
gaya hidup dengan tingkat energy
|
|||||
Melaporkan
ketahanan yang adekuat untuk aktivitas
|
Intervensi keperawatan (NIC)
Pengkajian
- Kaji dampak keletihan pada
kualitas hidup
Manajemen
energy (NIC):
- Pantau bukti adanya keletihan
fisik dan emosi yang berlebihan pada pasien
- Pantau respon kardiorespirasi
terhadap aktivitas missal takikardi, disritmia, dyspnea pucat dan sesak
napas)
- Pantau dan catat pola tidur
pasien dan jumlah jam tidurnya
- Pantau lokasi dan sifat
ketidaknyamanannya atau nyeri selama bergerak dan beraktivitas
- Tentukan persepsi pasien pada
orang terdekat pasien tentang penyebab keletihan
- Pantau asupan nutrisi untuk
menjamin keadekuatan sumber energy
- Pantau pemberian dan efek
stimulant dan depresan
Penyuluhan
untuk pasien dan keluarga
- Jelaskan hubungan antara
keletihan dan proses penyakit
Manajemen
energy:
- Ajarkan pasien dan orang
terdekatnya untuk mengenali tanda dan gejala keletihan yang memerlukan
pengurangan aktivitas
- Ajarkan pengaturan aktivitas
dan teknik manajemen waktu untuk mencegah keletihan
Aktivitas
kolabiratif
- Ingatkan praktisi lain untuk
menyadari dampak keletihan
- Lakukan perujukan ke terapi
keluarga jika keletihan telah mengganggu fungsi keluarga
- Lakukan perujukan ke perawatan
psikiatrik jika keletihan sangat mengganggu hubungan klien
- Manajemen energy (NIC):
konsultasikan dengan ahli gizi tentang cara untuk emningkatkan asupan
makanan yang berenergi tinggi
Aktivitas
lain
- Dukung pasien dan keluarga
untuk mengungkapkan perasaan sehubungan dengan perubahan hidup yang
disebabkan oleh keletihan
- Bantu pasien dalam
mengidentifikasi tindakan yang dapat meningkatkan konsentrasi
- Dukung pembatasan iteraksi
social pada saat interaksi tinggi
- Dukung pasien untuk melaporkan
aktivitas serta awitan nyeri yang meningkatkan dan menimbulkan keletihan
- Rencanakan aktivitas yang
mengurangi keletihan yang meliputi:
- Bantu aktivitas ADLs sesuai
dengan kebutuhan
- Kurangi aktivitas yang prioritasnya
rendah
Manajemen
energi:
- Kurangi ketidaknyamanan fisik
yang dapat mengganggu fungsi kognitif dan pemantauan atau pengaturan
aktivitas diri
- Bantu pasien dan orang
terdekatnya untuk membuat tujuan kegiatan yang realistis
- Berikan aktivitas hiburan yang menenangkan
- Tingkatkan tirah baring dan
pembatasan aktivitas
- Cegah aktivitas perawatan
selama periode istirahat terjadwal
- Batasi stimulus lingkungan
- Batasi jumlah pengunjung jika
perlu
Perawatan
dirumah
- Diskusikan bersama pasien dan
keluarga tentang cara memodifiksi lingkungan rumah untuk mempertahankan
aktifitas dan meminimalkan keletihan
- Kaji lingkungan rumah untuk
adanya factor yang dapat meningkatkan keletihan
- Jika nyeri kronik merupakan
etiologi keletihan rujuk ke program manajemen nyeri di komunitas
- Bekerja sama dengan klien dan
keliarga untuk emnetukan prioritas aktivitas berdasarkan harapan realitas
kemampuan klien
- Dorong keluarga untuk
mempertahankan klien terlibat didalam rutinitas keluarga seoptimal mungkin
- Bantu klien menjadi asertif
dalam menetapkan batasan pada tuntutan orang lain
- Rujuk pada layanan bantuan
rumah tangga dan layanan bantuan kesehatan keluarga
Untuk bayi
dan anak-anak
Kaji
keletihan bayi dan anak-anak dengan mewawancarai orang tua dan mencatat
perubahan tidur, aktivitas bermain, dan pola makan anak kecil tidak dapat
mengatakan kalau ia keletihan
Untuk lansia
- Kaji kondisi ko-morbid seperti
artritis
- Kaji apakah keletihan
disebabkan oleh depresi, rujuk pada profsional kesehatan jiwa jika perlu
- Pantau efek samping obat yang
dapat menyebabkan keletihan
Diagnosa 2 :
Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin dalam darah
Tujuan dan
kriteria hasil (NOC)
Setelah
diberikan perawatan pasien akan:
Menunjukkan
keseimbangan cairan, integritas jaringan: kulit dan membrane mukosa dan perfusi
jaringan perifer yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut:
1 gangguan eksterm
2 berat
3 sedang
4 ringan
5 tidak ada gangguan
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Tekanan
darah
|
|||||
Nadi
perifer
|
|||||
Turgor
kulit
|
|||||
Suhu,
sensasi, elastisitas, hidrasi, keutuhan, dan ketebalan kulit
|
|||||
Pengisian
ulang kapiler
|
|||||
Warna
kulit
|
|||||
Integritas
kulit
|
- Pasien akan mendeskripsikan
rencana perawatan dirumah
- Ekstremitas bebas dari lesi
Intervensi
keperawatan (NIC)
Pengkajian
- Kaji ulkus statis dan gejala
selulitis
Perawatan
sirkulasi (NIC):
- Lakukan pengkajian komprehensif
terhadap sirkulasi perifer
- Pantau tingkat ketidaknyamanan
atau nyeri saat melakukan latihan fisik
- Pantau status cairan termasuk
asupan dan haluaran
Manajemen
sensasi perifer (NIC):
- Pantau perbedaan ketajaman atau
ketumpulan, panas atau dingin
- Pantau parestesia, kebas,
kesemutan, hiperestesia dan hipoestesia
- Pantau tromboflebitis dan
thrombosis vena profunda
- Pantau kesesuaian alat
penyangga, prosthesis, sepatu dan pakaian
Penuluhan
untuk pasien dan keluarga
Ajarkan
pasien dan keluarga tentang:
- Menghindari suhu yang eksterm
pada ekstremitas
- Pentingnya mematuhi program
diet dan program pengobatan
- Tanda dan gejala yang dapat
dilaporkan pada dokter
- Perawatan sirkulasi (NIC):
ajarkan pasien untuk melakukan perawatan kaki yang tepat
- Pentingnya pencegahan ststis
vena
Manajemen
sensasi perifer (NIC):
- Anjurkan pasien atau keluarga
untuk memantau posisi bagian tubuh saat pasien mandi, duduk, berbaring
atau mengubah posisi
- Ajarkan pasien atau keluarga
untuk memeriksa kulit setiap hari untuk mengetahui perubahan integritas
kulit
Aktivitas
kolaboratif
- Beri obat nyeri, beritahu
dokter jika neri tidak kunjung reda
- Perawatan sirkulasi (NIC): beri
obat antitrombosit atau antikoagulan, jika perlu
Aktivitas
lain
- Hindari trauma kimia, mekanik,
atau panas yang melibatkan ekstremitas
- Kurangi rokok dan penggunaan
stimulan
- Perawatan sirkulasi:
insufisiensi arteri (NIC): letakkan ekstremitas pada posisi menggantung,
jika perlu
Perawatan
sirkulasi: insufisiensi vena (NIC):
- Lakukan modaitas terapi
kompresi, jika perlu
- Evaluasi ekstremitas yang
terkena 20 derajat atau lebih diatas jantung jika perlu
- Dorong latihan rentang
pergrakan sendi aktif dan pasif, terutama pada ekstremitas bawah, saat
tirah baring
Penatalaksanaan
sensasi perifer (NIC):
- Hindari atau pantau penggunaan
alat yang panas atau dingin
- Letakkan ayunan diatas bagian
tubuh yang terkena dan tidak menyentuh linen tempat tidur
- Diskusikan dan identifikasi
penyebab sensasi tidak normal atau perubahan sensasi
Perawatan
dirumah
Tindakan
diatas dapat digunakan atau diadaptasikan untuk perawatan dirumah
Untuk lansia
Waspadai
gejala terutama emboli paru pada lansia
Diagnosa 3 :
Risiko infeksi
Tujuan dan
kriteria hasil (NOC)
Setelah
diberikan perawatan pasien akan menunjukkan:
- Factor resiko infeksi akan
hilang yang dibuktikan dengan pengendalian resiko komunitas, penyakit
menular, status imun, keparahan infeksi, keparahan infeksi bai baru lahir,
pengendalian resiko PMS, dan penyembuhan luka primer dan sekunder.
- Pasien akan memperlihatkan
pengendalian resiko PMS yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut:
1 tidak pernah
2 jarang
3 kadang-kadang
4 sering
5 selalu
Indicator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Memantau
perilaku seksual terhadap resiko pajanan PMS
|
|||||
Mengikuti
strategi pengendalian pemajanan
|
|||||
Menggunakan
metode pengendalian penularan PMS
|
Contoh lain:
pasien dan keluarga akan:
- Terbatas dari tanda dan gejala infeksi
- Memperlihatkan hygiene personal
yang adekuat
- Mengindikasikan status gi,
pernapasan, genitourinaria dan imun dalam batas normal
- Menggambarkan factor yang
menunjang penularan infeksi
- Melaporkan tanda atau gejala
infeksi serta mengikuti prosedur skrining dan pemantauan
Intervensi
keperawatan (NIC)
Pengkajian
- Pantau tanda dan gejala infeksi
(suhu, denut jantung, drainase, penampilan luka, sekresi, penampilan urin,
suhu kulit, lesi kulit, keletihan dan malaise)
- Kaji factor yang dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
- Pantau hasil laboratorium
(hitung darah lengkap, hitung granulosit, absolute, hitung jenis, protein
serum, albumin)
- Amati penampilan praktek
hygiene personal untuk perlindungan terhadap infeksi
Penyuluhan
untuk pasien/keluarga
- Jelaskan pada ppasien dan
keluarga mengapa sakit atau terapi meningkatkan resiko terhadap infeksi
- Instruksikan untuk menjaga
personal hygiene
- Jelaskan manfaat dan rasional
serta efek samping imunisasi
- Berikan pasien dan keluarga
metode untuk mencatat imunisasi
Pengendalian
infeksi (NIC):
- Ajarkan pasien tehnik mencuci
tangan yang benar
- Ajarkan kepada pengunjung untuk
mencuci tangan sewaktu masuk dan meninggalkan ruang pasien
Aktivitas
kolaboratif
- Ikuti protocol institusi untuk
melaporkan suspek infeksi atau kultur positif
- Pengendalian infeksi (NIC):
berikan terapi antibiotic, bila diperlukan
Aktivitas
lain
- Lindungi pasien terhadap
kontaminasi silang dengan tidak menugaskan perawat yang sama untuk pasien
lain yang mengalami infeksi dan memisahkan ruang perawatan pasien dengan
pasien yang terinfeksi
Pengendalian
infeksi (NIC):
- Bersihkan lingkungan dengan
benar setelah dipergunakan masing-masing pasien
- Pertahankan tehnik isolasi,
bila diperlukan
- Terapkan kewaspadaan universal
- Batasi jumlah pengunjung, bila
diperlukan
Perawatan
dirumah
- Ajarkan tindakan hygiene dasar
seperti mencuci tangan, tidak berbagi handuk, gelas , dll
- Ajarkan metode mengolah,
menyiapkan, dan menyimpan makanan yang aman
- Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi factor dilingkungan mereka, gaya hidup atau praktik
kesehatan yang meningkatkan risiko infeksi
- Ajarkan keluarga bagaimana
membuang balutan luka yang kotor dan sampah biologis lainnya
- Jangan melakukan kunjungan
rumah jika saudara sedang sakit
- Rujuk pasien dan keluarga
kelembaga sosial untuk membantu menjaga kebersihan rumah dan nutrisi
- Pengendalian infeksi: ajarkan
pasien dan keluarga mengenal tanda dan gejala infeksi serta kapan harus
melaporkan ke layanan kesehatan
Untuk bayi
dan anak-anak
- Ajarkan orang tua jadwal
imunisasi yang dianjurkan
- Rujuk kelembaga sosial untuk
memperooleh bantuan finansia untuk imunisasi
- Pantau seberapa sering
penggunaan antibiotic pada bayi dan anak-anak, yakinkan orang tua bahwa
salesma tidak diobati dengan antibiotic
Untuk lansia
- Dengan mengetahui bahwa system
imun mengalami penurunan individu lansia mungkin tidak mengeluarkan
gejala, bahkan pada kasus infeksi serius sekalipun. Lakukan pengamatan
untuk suhu yang rendah dan konfusi
- Rujuk ke ahli perawatan
geriatric untuk kasus kuku yang tumbuh
- Rekomenasikan untuk mendapat
imunisasi influenza dan pneumonia
- Kaji adanya factor yang
meningkatkan resiko pasien terhadap infeksi
Askep 2
A.
KONSEP
PENYAKIT
1. Definisi
Anemia
Aniemia didefinisikan sebagai
penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai dibawah rentang nilai yang
berlaku untuk orang sehat (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1680). Anemia adalah
berkurangnya hingga dibawah nilai normal jumlah SDM, kualitas Hb, dan volume
packed red blood cell (hematokrit) per 100 ml darah (Syilvia A. Price. 2006).
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah dan kadar
hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan
pencerminan keadaan suatu penyakit (gangguan) fungsi tubuh. Secara fisiologis
anemia terjadi apabila terdapat kekurangan Hb untuk mengangkut oksigen ke
jaringan. Anemia tidak merupakan satu kesatuan tetapi merupakan akibat dari
berbagai proses patologik yang mendasari (Smeltzer C Suzane, Buku Ajar
Keperawatan Medical Bedah Brunner dan Suddarth ; 935).
2. Etiologi
Ada beberapa jenis anemia sesuai dengan penyebabnya :
a.
Anemia Pasca
Pendarahan
Terjadi sebagai akibat perdarahan
yang massif seperti kecelakaan, operasi dan persalinan dengan perdarahan atau
yang menahun seperti pada penyakit cacingan.
b.
Anemia
Defisiensi
Terjadi karena kekurangan bahan baku
pembuat sel darah.
c.
Anemia
Hemolitik
Terjadi penghancuran (hemolisis)
eritrosit yang berlebihan karena :
1)
Factor
Intrasel
Misalnya talasemia, hemoglobinopati
(talasemia HbE, sickle cell anemia), sferositas, defisiensi enzim eritrosit (G
– 6PD, piruvatkinase, alutation reduktase).
2)
Factor
Ekstrasel
Karena intoksikasi, infeksi
(malaria), imunologis (inkompatibilitas golongan darah, reaksi hemolitik pada
transfuse darah).
d.
Anemia
Aplastik
Disebabkan terhentinya pembuatan sel
darah sum sum tulang (kerusakan sumsum tulang).
3. Manifestasi
Klinis
Karena system organ dapat terkena,
maka pada anemia dapat menimbulkan manifestasi klinis yang luas tergantung pada
kecepatan timbulnya anemia, usia, mekanisme kompensasi, tingakat aktivitasnya,
keadaan penyakit yang mendasarinya dan beratnya anemia. Secara umum gejala
anemia adalah :
a.
Hb menurun
(< 10 g/dL), thrombosis / trombositopenia, pansitopenia
b.
Penurunan
BB, kelemahan
c.
Takikardi,
TD menurun, penurunan kapiler lambat, ekstremitas dingin, palpitasi, kulit
pucat.
d.
Mudah lelah,
sering istirahat, nafas pendek, proses menghisap yang buruk (bayi).
e.
Sakit
kepala, pusing, kunang – kunang, peka rangsang.
4. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya
kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau
keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan
toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel
darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi), hal ini
dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah
merah yang menyababkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi)
terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial,
terutama dalam hati dan limfa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang
akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma
(konsentrasi normal, ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1.5 mg/dl mengakibatkan ikterik
pada sclera). Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi,
(pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia).
Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein
pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan
berdifusi dalam glomerulus ginjal kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan menganai apakah suatu
anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi
sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar
hitung retikulosit dalam sirkulasi darah, derajat proliferasi sel darah merah
muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam
biopsy, dan ada tidaknya hiperbilirubinemia.
Anemia defisiensi zat besi adalah
anemia yang paling sering menyerang anak – anak. Bayi cukup bulan yang lahir
dan ibu nonanemik dan bergizi baik, memiliki cukup persediaan zat besi sampai
berat badan lahirnya menjadi dua kali lipat umumnya saat berusia 4 – 6 bulan.
Sesudah itu zat besi harus tersedia dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan
anak. Jika asupan zat besi beri makanan tidak mencukupi terjadi anemia
defisiensi zat besi. Hal ini paling sering terjadi pengenalan makanan padat
yang terlalu dini (sebelum usia 4 – 6 bulan) dihentikannya susu formula bayi
yang mengandung zat besi atau ASI sebelum usia 1 tahun dab minum susu sapi
berlebihan tanpa tambahan makanan padat kaya besi. Bayi yang tidak cukup bulan,
bayi dengan perdarahan perinatal berlebihan atau bayi dari ibu yang kurang gizi
dan kurang zat besi juga tidak memiliki cadangan zat besi yang adekuat. Bayi
ini berisiko lebih tinggi menderita anemia defisiensi besi sebelum berusia 6
bulan.
Anemia defisiensi zat besi dapat
juga terjadi karena kehilangan banyak darah yang kronik. Pada bayi hal ini
terjadi karena perdarahan usus kronik yang disebabkan oleh protein dalam susu
sapi yang tidak tahan panas. Pada anak sembarang umur kehilangan darah sebanyak
1 – 7 ml dari saluran cerna setiap hari dapat menyebabkan anemia defisiensi zat
besi. Pada remaja puteri anemia defisiensi zat besi juga dapat terjadi karena
menstruasi.
Anemia aplastik diakibatkan oleh
karena rusaknya sumsum tulang. Gangguan berupa berkurangnya sel darah dalam
darah tepi sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemotopoetik dalam sumsum
tulang. Aplasia dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga system
hemotopoetik (eritropoetik, granulopoetik, dan trombopoetik).
Aplasia yang hanya mengenai system
eritropoetik disebut eritroblastopenia (anemia hipoplastik) yang mengenai
system trombopoetik disebut agranulositosis (penyakit Schultz), dan yang
mengenai system trombopoetik disebut amegakariositik trombositopenik purpura
(ATP). Bila mengenai ketiga system disebut panmieloptisis atau lazimnya
disebut anemia aplastik.
Kekurangan asam folat akan
mengakibatkan anemia megaloblastik. Asam folat merupakan bahan esensial untuk
sintesis DNA dan RNA, yang paling penting sekali untuk metabolisme inti sel dan
pematangan sel.
5.
Defisiensisumsum tulang kongengital / akibat obat –
obatan
|
Pathway
Kekuranganbahan baku pembuat sel darah merah
|
Unsureeritrosit pendek akibat penghancuran sel darah
merah
|
Kehilanganbanyak darah
|
Pembentukansel hemopoetik terhenti / berkurang
|
Sumber : Amin Huda Nurarif (Aplikasi Nanda Nic Noc).
6. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan Diagnostic :
a.
Jumlah darah
lengkap Hb dan Ht menurun.
1)
Jumlah
eritrosit : menurun (AP), menurun berat (Aplastik), MCV dan MCH menurun dan
mikrositik dengan eritrosit hipokromik (DB), peningkatan (AP), pansitopenia
(aplastik).
2)
Jumlah
retikulosit bervariasi : menurun (AP), meningkat (hemolisis).
3)
Penurunan
SDM : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat mengidentifikasikan tipe
khusus anemia).
4)
LED :
peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi.
5)
Massa hidup
SDM : untuk membedakan diagnose anemia.
6)
Tes
kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
7)
SDP : jumlah
sel total sama dengan SDM (diferensial) mungkin meningkat (hemolitik) atau
menurun (aplastik).
b.
Jumlah
trombosit : menurun (aplastik), meningkat (DB), normal / tinggi (hemolitik).
c.
Hb
elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur Hb.
d.
Bilirubin
serum (tidak terkonjugasi) : meningkat (AP, hemolitik)
e.
Folat serum
dan vit. B12 : membantu mendiagnosa anemia.
f.
Besi serum :
tidak ada (DB), tinggi (hemolitik).
g.
TIBC serum :
menurun (DB).
h.
Masa
perdarahan : memejang (aplastik).
i.
LDH serum :
mungkin meningkat (AP).
j.
Tes
Schilling : penurunan eksresi vit B12 urin (AP)
k.
Guaiac :
mungkin positif untuk darah pada urin, feses, dan isi gaster, menunjukan
perdarahan akut / kronis (DB)
l.
Analisa
gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam
hidroklorotik bebas (AP).
m.
Aspirasi
sumsum tulang / pemeriksaan biopsy : sel mungkin tampak berubah dalam jumlah,
ukuran, bentuk, membedakan tipe anemia.
n.
Pemeriksaan
endoskopi dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan, perdarahan GI.
7. Penatalaksanaan
a.
Anemia
Karena Perdarahan
Pengobatan terbaik adalah transfuse
darah. Pada perdarahan kronik diberikan transfuse packed cell. Mengatasi
rejatan dan penyebab perdarahan. Dalam keadaan darurat pemberian cairan
intravena dengan cairan infuse apa saja yang tersedia (Keperawatan Medikal Bedah
2).
b.
Anemia
Defesiensi
Anemia defisiensi besi (DB). Respon
regular DB terhadap sejumlah besi cukup mempunyai arti diagnostic, pemberian
oral garam ferro sederhana (sulfat, glukanat, fumarat). Merupakan terapi yang
murah dan memuaskan. Preparat besi parenteral (dektram besi) adalah bentuk yang
efektif dan aman digunakan bila diperhitungkan dosis tepat, sementara itu
keluarga harus diberi edukasi tentang diet penerita, dan konsumsi susu harus
dibatasi lebih baik 500 ml/24 jam. Jumlah makanan ini mempunyai pengaruh ganda
yakni jumlah makanan yang kaya akan besi bertambah dan kehilangan darah karena
intolerasni protein susu sapi tercegah (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1692).
Anemia defesiensi asam folat, meliputi pengobatan terhadap penyebabnya dan
dapa dilakukan pula dengan pemberian / suplementasi asam folat oral 1 mg/hari
(Mansjoer Arif, Kapita Selekta Kedokteran ; 553).
c.
Anemia
Hemolitik
Anemia hemolitik autoimun. Terapi
inisial dengan menggunakan prednisone 1 -2 mg/kg/BB/hari. Jika anemia mengancam
hidup, transfuse harus diberikan dengan hati – hati. Apabila prednisone tidak
efektif dalam menanggulangi kelainan itu, atau penyakit mengalami kekambuhan
dalam periode tapperingoff dari prednisone maka dianjurkan untuk dilakukan
splektomi. Apabila keduanya tidak menolong, maka dilakukan terapi dengan
menggunakan berbagai jenis obat imunosupresif. Immunoglobulin dosis tinggi
intravena (500 mg/kg/BB/hari selama 1 – 4 hari ) mungkin mempunyai efektifitas
tinggi daam mengontrol hemolisis. Namun efek pengobatan ini hanya sebentar (1 –
3 minggu) dan sangat mahal harganya. Dengan demikian pengobatan ini hanya
digunakan dalam situasi gawat darurat dan bila pengobatan ini hanya digunakan
prednisone merupakan kontra indikasi (Manjoer Arif, kapita Selekta Kedokteran ;
552). Anemia hemolitik karena kekurangan enzim. Pencegahan hemolisis adalah
cara terapi yang paling penting. Transfuse tukar mungkin terindikasi untuk
hiperbillirubenemia pada neonates. Transfuse eritrosit terpapar diperlukan
untuk anemia berat atau kritis aplastik. Jika anemia terus menerus berat atau
jika diperlukan transfuse yang sering, splektomi harus dikerjakan setelah umur
5 – 6 tahun ( Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1713). Sferositosis herediter.
Anemia dan hiperbilirubenemia yang cukup berat memerlukan fototerapi atau
transfuse tukar, karena sferosit pada SH dihancurkan hampir seluruhnya oleh
limfa, maka splektomi melenyapkan hampir seluruh hemolisis pada kelainan ini.
Setelah splenektomi sferosis mungkin lebih banyak, meningkatkan fragilitas
osmotic, tetapi anemia retikalositosis dan hiperbilirubinemia membaik (Behrman
E Richard, IKA Nelson ; 1700). Thalasemia. Hingga sekarang tidak ada obat yang
dapat menyembuhkannya. Transfuse darah diberikan bila kadar Hb telah rendah
(kurang dari 6%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan atau lemah. Untuk
mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan ion chelating agent, yaitu
Desferal secara intramuscular atau intravena. Splenektomi dilakukan pada anak
lebih dari 2 tahun sebelum didapatkan tanda hiperplenome atau hemosiderosis.
Bila kedua tanda itu telah tampak, maka splenektomi tidak banyak gunanya lagi.
Sesudah splenektomi biasanya frekuensi transfuse darah menjadi jarang.
Diberikan pula bermacam – macam vitamin, tetapi preparat yang mengandung besi
merupakan indikasi kontra (Keperawatan Medikal Bedah 2).
8. Pengakajian
a.
Identitas
klien dan keluarga
Nama, umur, TTL, nama ayah / ibu.
Pekerjaan ayah / ibu, agama, pendidikan, alamat.
b.
Keluhan
utama
Biasanya klien datang ke rumah sakit
dengan keluhan pucat, kelelahan, kelemahan, pusing.
c.
Riwayat
kehamilan dan persalinan
Prenatal : ibu Selma hamil pernah
menderita penyakit berat, pemeriksaan kehamilan barapa kali, kebiasaan
pemakaian obat – obatan dalam jangka waktu lama.
Intranasal : usia kehamilan cukup,
proses persalinan dan berapa panjang dan berat badan waktu lahir.
Postnatal : keadaan bayi setelah
masa, neonatorium, ada trauma post partun akibat tindakan misalnya forcep,
vakum dan pemberian ASI.
d.
Riwayat
kesehatan dahulu
1)
Adaya
menderita penyakit anemia sebelumnya, riwayat imunisasi.
2)
Adanya
riwayat trauma, perdarahan
3)
Adanya
riwayat demma tinggi.
4)
Adanya
riwayat penyakit ISPA.
e.
Keadaan
kesehatan saat ini
Klien pucat, kelemahan, sesak nafas,
sampai adanya gejala gelisah, diaphoresis, takikardi dan penurunan kesadaran.
f.
Riwayat
keluarga
1)
Riwayat
anemia dalam keluarga.
2)
Riwayat
penyakit – prnyakit seperti : kanker, jantung, hepatitis, DM, asthma, penyakit
– penyakit insfeksi saluran pernafasan.
g.
Pemeriksaan
fisik
1)
Keadaan umum
: keadaan tampak lemah sampai sakit berat.
2)
Kesadaran :
Composmentis kooperatif sampai
terjadi penurunan tingkat kesadaran apatis, somnolen, spoor, coma.
3)
Tanda –
tanda vital
TD :
tekanan darah menurun ( N : 90 – 110 / 60 – 70 mmHg)
N
: frekuensi nadi meningkat , kuat
samapai lemah ( N : 60 – 100 x/i)
S
: bias meningkat atau menurun
( 36, 5 – 37, 20C )
RR :
meningkat ( anak N : 20 – 30 x/i ).
4)
TB dan BB :
menurut rumus dari Behermen, 1992 pertambahan BB anak adalah sebagai berikut :
a)
Lahir -3,25
kg
b)
3 – 12 bulan = umur (bulan ) – 9
2
c)
1 – 6 tahun
= umur (tahun ) x 2 – 8
d)
6 – 12 tahun = umur (tahun ) x 7 -5
2
Tinggi badan
rata – rata waktu lahir adalah 50 cm. secara garis besar, tinggi badan anak
dapat diperkirakan, sbb :
1
tahun : 1,5 x TB
lahir
4
tahun : 2 x
TB lahir
6 tahun
: 1,5 x TB
setahun
13 tahun
: 3 x TB lahir
Dewasa
: 3,5 x TB lahir ( 2 x
TB 2 tahun ).
5)
Kulit
Kulit teraba dingin, keringat yang
berlebihan, pucat, terdapat perdarahan dibawah kulit.
6)
Kepala
Biasanya bentuk dalam batas normal
7)
Mata
Kelainan bentuk tidak ada,
konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik, terdapat perdarahan sub conjugtiva,
keadaan pupil, palpebra, reflex cahaya biasanya tidak ada kelainan.
8)
Hidung
Keadaan / bentuk, mukosa hidung,
cairan yang keluar dari hidung, fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan.
9)
Telinga
Bentuk, fungsi pendengaran tidak ada
kelainan.
10) Mulut
Bentuk, mukosa kering, perdarahan
gusi, lidah kering, bibi pecah – pecah atau perdarahan.
11) Leher
Terdapat pembedaran kelenjar getah
bening, thyroid lebih membesar, tidak ada distensi vena jugularis.
12) Thoraks
Pergerakan dada, biasanya pernafasan
cepat irama tidak teratur. Fremitus yang meninggi, perkusi sonor, suara nafas
bias veskuler atau ronchi, wheezing,. Frekuensi nafas neonates 40 – 60 x/I,
anak 20 – 30 x/i irama jantung tidak teratur, frekuensi pada anak 60 – 100 x/i.
13) Abdomen
Cekung, pembesaran hati, nyeri,
bissing usus normal dan juga bias dibawah normal bias juga meningkat.
14) Genetalia
Laki – laki, testis sudah turun
kedalam skrotum
Perempuan : labia minora tertutup
labia mayora.
15) Ekstremitas
Terjadi kelemahan umum, nyeri
ekstremitas, tonus otot kurang, akral dingin.
16) Anus
Keadaana anus, posisinya, anus +
17) Neurologis
Refleksi fasiologis + sperti reflex
patella, reflex patologis – seperti babinski tanda kerniq – dan brunzinski 1 –
11 = -
9. Pemeriksaan
Penunjang
Kadar Hb turun, pemeriksaan darah : eritrosit dan
berdasarkan penyebab.
a.
Riwayat
Social
Siapa yang
mengasuh klien dirumah. Kebersihan didaerah tempat tinggal, orang yang terdekat
dengan klien. Keadaan lingkungan, pekarangan, pembuangan sampah.
b.
Kebutuhan
Dasar
Meliputi
kebutuhan nutrisi klien sehubungan dengan anoreksia, diet yang harus dijalani,
pasang NGT, cairan IVFD yang dugunakan jika ada. Pola tidur bias terganggu.
Mandi dan aktivitas : dapat terganggu berhubungan dengan kelemahan fisik.
Eliminasi : biasanya terjadi perubahan frekuensi, konsistensi bisa diare atau
konstipasi.
c.
Pemeriksaan
Tingkat Perkembangan
Bergantung
pada usia. Terdiri dari motorik kasar, halus, kognitif, dan bahasa.
d.
Data
Psikologis
Akibat
dampak hospitalisasi, anak menjadi cengeng, menangis, dan terlihat cemas dan
takut. Orang tua terhadap penyakit anaknya sangat bervariasi. Psikologis orang
tua yang harus diperhatikan :
1)
Keseriusan
ancaman penyakit terhadap anaknya
2)
Pengalaman
sebelumnya terhadap penyakit dan hospitalisasi
3)
Prosedur
medic yang akan dilakukan
4)
Adanya support
system
5)
Kemampuan
koping orangtua
6)
Agama,
kepercayaan, adat.
7)
Pola
komunikasi dalam keluarga.
10. Diagnose
Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a.
Gangguan
rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit
b.
Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel.
c.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
/ absorbsi nutrient yang diperlukan untuk pembuatan SDM normal.
d.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan penurunan pengiriman oksigen ke jaringan.
e.
Ansietas
berhubungan dengan prosedur diagnostic / transfuse.
f.
Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat misal
penurunan hemoglobin, penurunan granulosit.
11. Intervensi
Dx. Kep
|
Tujuan
|
Intervensi
|
||||||
Perubahan
Perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman O2 / nutrisi ke sel
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapakan perfusi jaringan
adekuat. Criteria hasil :
Ket :
1.
Ekstrim
2.
Berat
3.
Sedang
4.
Ringan
5.
Tidak ada
keluhan
|
1.
Kaji vital
sign
2.
Tinggikan
kepala tempat tidur sesuai toleransi
3.
Catat
adanya keluhan rasa dingin
4.
Berkolaborasi
dalam pemberian transfuse, pemeriksaan Hb/Ht.
|
||||||
Gangguan
rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit
|
Setelah
dilakukan tidakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri pada anak
dapat berkurang / teratasi. Criteria hasil :
Ket.
1.
Ekstrim
2.
Berat
3.
Sedang
4.
Ringan
5.
Tidak ada
keluhan
|
1.
Kaji
manajemen nyeri
2.
Ukur TTV
3.
Atur
posisi / berikan posisi yang nyaman
4.
Ajarkan
tentang teknik non farmakologi
5.
Berikan
obat sesuai indikasi
|
||||||
Ansietas
berhubungan dengan prosedur diagnostic / transfuse
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan cemas pada anak
dapat teratasi. Criteria hasil :
Ket :
1.
Ekstrim
2.
Berat
3.
Sedang
4.
Ringan
5.
Tidak ada
keluhan
|
1.
Catat
penurunan perilaku
2.
Tingatkan
perhatian dengan pasien
3.
Anjurkan
keluarga tetap bersama klien
4.
Jelaskan
tujuan pemberian tindakan pada klien dan keluarga
5.
Berikan
lingkungan yang tenang dan istirahat.
|
||||||
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam Dapat mempertahankan /meningkatkan ambulasi
/aktivitas. Dengan kriteria hasil :
Ket :
1.
Ekstrim
2.
Berat
3.
Sedang
4.
Ringan
5.
Tidak ada
keluhan
|
1.
Kaji kemampuan ADL pasien.
2.
Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot
3.
Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
4.
Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising,
pertahankan tirah baring bila di indikasikan.
5.
Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi
kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya
(tanpa memaksakan diri).
|
||||||
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dangan kegagalan untuk mencerna atau ketidak
mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan
sel darah merah
|
setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Dengan kriteria hasil:
Ket :
1.
Ekstrim
2.
Berat
3.
Sedang
4.
Ringan
5.
Tidak ada
keluhan
|
1.
kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang di sukai
2.
Observasi dan catat masukan makanan pasie
3.
Timbang BB setiap hari.
4.
Berikan makanan sedikit dan prekuensi serin
5.
Observasi dan catat kejadian mual atau muntah,flatus dan gejala lain yang
berhubungan.
6.
Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik sebelum dan sesudah
makan,gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut.berikan pencuci
mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.
|
||||||
Risiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin
leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
|
setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam Infeksi tidak terjadi. Dengan kriteria hasil :
Ket :
1.
Ekstrim
2.
Berat
3.
Sedang
4.
Ringan
5.
Tidak ada
keluhan
|
1.
Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasie
2.
mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau
untuk pengobatan proses infeksi local
3.
Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka
4.
Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat
5.
Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas
dalam
6.
Tingkatkan masukkan cairan adekuat
7.
Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan
8.
Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau
tanpa demam
|
BAB III
TINJAUAN
KASUS
A.
Pengkajian
Asuhan
Keperawatan pada Tn. T di Ruang Cendana RSU Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto dengan anemia pada tanggal 18 Februari 2015, pengkajian dilakukan
pada tanggal 18 Februari 2015 di ruang Cendana RSU Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Setelah dilakukan pengkajian didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Identitas
diri klien
Pada data biografi didapatkan nama
Pasien adalah Tn. T berumur 63 tahun, jenis kelamin laki – laki,
alamatnya di Majenang. Pasien sudah menikah, beragama Islam, suku budayanya
Jawa/Indonesia, pendidikan terakhir pasien SD. Pada tanggal 18 Februari 2015 pasien
masuk Rumah Sakit, kemudian dikaji penulis pada tanggal 18 Februari 2015.
Sumber informasi didapat dari pasien, keluarga, dan rekam medik. Yang
bertanggung jawab atas pasen tersebut yaitu Ny. N berumur 40 tahun sebagai ibu
rumah tangga dan hubungan dengan pasien yaitu anaknya, alamatnya di Majenang.
2. Riwayat
Penyakit
Keluhan utama saat pengkajian yaitu
Pasien mengatakan lemas. Dan keluhan tambahannya yaitu pasien mengatakan pusing
dan kadang – kadang batuk. Pasien mengatakan rujukan dari rumah sakit majenang
dan datang ke RMS jam 23.30 melalui IGD RSU Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto kemudian dipindah ke ruang Cendana pada tanggal 18 Februari 2015
dengan diagnosa Anemia. Pasien mengatakan dahulu tidak pernah mengalami
penyakit yang sama seperti yang dialami sekarang. Dan di keluarga juga tidak
ada penyakit yang sama maupun yang menurun.
3. Pengkajian
Pola Fungsional Gordon
Persepsi dan pemeliharaan kesehatan:
pasien dan keluarga mengatakan bahwa kesehatan itu sangat penting dan menjadi
prioritas dalam hidupnya, tetapi dalam kenyataannya pasien sudah dalam kondisi
lemah belum dibawa ke RS/puskesmas terdekat. Pasien hanya istirahat di rumah
dan pembatasan dalam aktivitasnya.
Pola nutrisi / metabolic Intake
makanan: pasien mengatakan sebelum sakit makan 3x sehari dengan nasi, lauk pauk
(pagi, siang dan malam), sedangkan selama sakit pasien mengatakan tidak nafsu
makan, jika makan muntah dan hanya habis 3 sendok makan / suap. Intake cairan:
pasien mengatakan sebelum sakit minum air putih 5 gelas belimbing/ hari,
sedangkan selama sakit pasien mengatakan minum air putih 3 gelas dan terbantu
dari infuse RL 20 tpm.
Pola eliminasi. Buang air besar
Sebelum sakit pasien mengatakan BAB 1x sehari (lancar, warna kuning,
konsistensi lembek, dan bau khas) sedangkan selama sakit pasien mengatakan
belum BAB selama 3 hari. Buang air kecil sebelum sakit pasien mengatakan 3-4x
sehari (kencing banyak, warna kuning jernih, bau khas amoniak) sedangkan selama
sakit pasien mengatakan BAK 2-3x sehari (banyak, warna kuning pekat, bau khas
amoniak).
Pola Aktifitas dan Latihan seperti
makan/minum, mandi, mobilitas ditempat tidur, berpindah, toileting pasien,
berpakaian dan ambulasi/ROM dibantu orang lain.
Pola tidur dan istirahat Sebelum
sakit pasien mengatakan tidur 7 – 8 jam / hari (nyenyak) sedangkan selama sakit
pasien mengatakan tidak bisa istirahat karena tidak nyaman di rumah sakit, dan
pasien juga merasa pusing.
Pola kognitif (penglihatan,
pendengaran, pengecapan, sensai). Sebelum sakit pasien mengatakan masih bisa
melihat dengan baik, tidak ada gangguan pendengaran, pengecapan dan sensasi
berfungsi dengan baik. Sedangkan selama sakit pasien mengatakan juga masih bisa
melihat dengan baik tidak ada gangguan pendengaran, pengevapan dan sensori.
Pola persepsi diri. Sebelum sakit
pasien mengatakan tidak mencemaskan keadaanya dan percaya kepada Tuhan
memberikan yang terbaik pada hambaNya. Sedangkan selama sakit pasien mengatakan
cemas dan takut berada di rumah sakit tetapi pasien pasrah dengan penyakit yang
diderita dengan terus tetap berobat di rumah sakit.
Pola seksualitas dan reproduksi.
Sebelum sakit pasien mengatakan pola seksualitas normal, sedangkan selama sakit
pasien mengatakan pola seksual masih normal.
Pola peran dan hubungan. Sebelum
sakit pasien mengatakan sering komunikasi dengan teman – temannya dan sering
berkumpul dengan tetanngganya. Sedangkan selama sakit pasien mengatakan jarang
berbicara dengan pasien lain, dan banyak saudara, keluarga yang menjenguk.
Pola management koping stress.
Sebelum sakit pasien mengatakan jika ada masalah pribadi selalu membicarakan
dengan anak – anaknya. Sedangkan selama sakit pasien juga membicarakan dengan
anak – anaknya.
System nilai dan keyakinan. Sebelum
sakit pasien mengatakan beragama islam, dan rutin menjalankan sholat 5 waktu,
sedangkan sebelum sakit pasien mengatakan tidak mengerjakan sholat 5 waktu,
karena merasa sangat lemas.
4. Pemeriksaan
Fisik
Saat dilakukan pemeriksaan fisik
didapatkan hasilnya yaitu keadaan umumnya baik, kesadaran lemah dengan, Tanda
Tanda Vital (TTV) berupa Tekanan Darah 110/60 mmHg Nadi : 70 x/mnt, RR : 25
x/mnt, Suhu : 36,80C dengan Berat Badan 50 kg dan Tinggi Badan 160
cm. Kepala bentuk mesochepal, tidak ada lesi, kotor, rambut terlihat putih,
lurus, matanya terlihat sembab dan lelah, simetris, konjungtiva anemis, skelra
tidak ikterik, terdapat lingkaran hitam disekitar mata, bersih, hidungnya
bersih, tidak ada lendir, tidak ada polip, telinganya ada serumen, bentuk
simetris, mukosa bibir kering, pucat, gigi tidak lengkap, tidak ada perdarahan
gusi, di leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid tidak ada pembesaran vena
jugularis, thoraks payudara simetris, jantung, denyut jantung tidak tampak,
tidak ada pergeseran ictus curdis, bunyi redup dan S1 > S2.
Pada pemeriksaan dada dan paru
didapatkan, normal chest, tidak ada lesi, simetris, tidak ada nyeri tekan,
redup dan auskultasi vesikuler. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan hasil
abdomen simetris, tidak ada luka/ ruam, bissing usus 18x/mnt, timpani dan terdapat
nyeri tekan di kw 4.
Pada pemeriksaan genetalia pasien tidak terpasang
kateter, bersih. Punggung tidak ada ruam, bentuk datar.
Pada pemeriksaan ektremitas atas
tangan kiri terpasang infuse NaCl dan transfuse darah, dan tangan kanan
terdapat bekas pengambilan darah. Ekstremitas bawah tidak terdapat edema.
5. Pemeriksaan
Penunjang
Lab.
Pemeriksaan darah lengkap tanggal 18 Februari 2015
Pemeriksaan
|
Hasil
|
Satuan
|
Nilai
Normal
|
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
MCV
MCH
RDW
MPV
Basofil
Basinofil
Segmen
Limfosit
Monosit
SGOT
SGPT
|
L 2,5
L 1700
L 7
L 1.0
L 73.9
L 25.0
H 26.5
-
H 1.5
H 6.2
L 13.8
H 57.7
H 18.5
L 11
L 9
|
g/dL
/uL
%
10^6/uL
fL
pg
%
fL
%
%
%
%
%
u/L
u/L
|
14.0 –
18.0
4.800 –
10.800
42 – 52
4.7 – 6.1
79.0 –
99.0
27.0 – 31.0
11.5 –
14.5
7.2 – 11.1
0.0 – 1.0
2.0 – 4.0
40.0 –
70.0
25.0 –
40.0
2.0 – 8.0
15 – 37
30 – 65
|
Pemeriksaan EKG pada tgl 18 Februari
2015
Sinus takikardia
6. Program
Theraphy 18 Februari 2015
1)
Inf. NaCl
0.9% 20 tpm
2)
Inj. Rantin
2 x 2ml IV
3)
Inj. Dexa 2
x 10mg IV
4)
Transfuse
PRC 3 kolf.
B.
Analisis
Data dan Diagnosa Keperawatan
1.
Analisa Data
No.
|
Data
|
Etiologi
|
Problem
|
1.
|
Ds :
pasien mengatakan lemas pusing.
Do :
pasien terlihat pucat, akral dingin, Hb 2.5d/dL. TD 110/60mmHg, konjungtiva
anemis.
|
Penurunan
konsentrasi Hb dan darah
|
Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer.
|
2.
|
Ds :
pasien mengatakan nafsu makan berkurang hanya habis 3 sendok makan, dan jika
makan selalu muntah.
Do : A :
lingkar lengan 20 cm, lingkar perut 72 cm.
B : Hb 2.5, leukosit 1700,
eritrosit 1.0, SGOT 11, SGPT 9.
C : terlihat pucat, lemas.
D : Nasi biasa.
|
Anoreksia
|
Resiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
3.
|
Ds :
pasien mengatakan lelah ketika melakukan aktivitas
Do :
pasien terlihat lelah saat setiap kali melakukan aktivitas, dan pola
aktivitas dibantu oleh keluarga pasien.
|
Kelemahan
umum
|
Intoleransi
Aktivitas
|
4.
|
Ds :
pasien mengatakan cemas terhadap rasa sakitnya.
Do :
pasien terlihat gelisah dan tidak mau bicara dengan keluarganya, insomnia,
berfokus pada diri sendiri.
|
Status
kesehatan
|
Ancietas
|
2.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan sesuai
prioritas yaitu :
1.
Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb dan darah
ditandai dengan pasien mengatakan lemas pusing pasien terlihat pucat, akral
dingin, Hb 2.5g/dL. TD 110/60, konjungtiva anemis.
2.
Resiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
ditandai dengan pasien mengatakan nafsu makan berkurang tidak habis dalam 1
porsi dan hanya habis 3 sendok makan, dan jika makan selalu muntah. A :
lingkar lengan 20 cm, lingkar perut 72 cm. B : Hb 2.5, leukosit 1700,
eritrosit 1.0, SGOT 11, SGPT 9. C : terlihat pucat, lemas. D : Nasi
biasa.
3.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum ditandai dengan pasien mengatakan
lelah ketika melakukan aktivitas, pasien terlihat lelah saat setiap kali
melakukan aktivitas, dan pola aktivitas dibantu oleh keluarga pasien.
4.
Ancietas
berhubungan dengan status kesehatan ditandai dengan pasien mengatakan cemas
terhadap rasa sakitnya. Pasien terlihat gelisah dan tidak mau bicara dengan
keluarganya, insomnia, berfokus pada diri sendiri.
C.
Intervensi,
Implementasi, dan Evaluasi
a. Intervensi
tgl 18 Februari 2015
1)
Diagnosa
keperawatan I ( ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan penurunan konsentrasi Hb dan darah )
Setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer pada Tn. T dapat teratasi dengan kriteria hasil:
Indikator
|
Awal
|
Tuj
|
1.
Membrane
mukosa warna merah muda
2.
Tidak ada
sesak
3.
Tidak ada
sianosis
4.
Akral
hangat
|
2
5
5
2
|
5
5
5
5
|
Keterangan:
1.
Keluhan
ekstra
2.
Keluhan
Berat
3.
Keluhan
Sedang
4.
Keluhan
Ringan
5.
Tidak ada
keluhan
INTERVENSI
1.
Monitor
adanya paretese
2.
Batasi
gerakan pada kepala, leher dan punggung.
3.
Monitor
kemampuan BAB
4.
Kolaborasikan
pemberian analgetik
2)
Diagnosa
Keperawatan 2 (reisko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia )
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh pada Tn. T dapat teratasi dengan kriteria hasil:
Indikator
|
Awal
|
Tuj
|
1.
BB ideal
sesuai dengan tinggi badan
2.
Tidak ada
tanda – tanda malnutrisi
3.
Tidak
terjadi penurunan BB yang berarti
|
2
3
2
|
5
5
5
|
Keterangan :
1.
Keluhan
ekstrim
2.
Keluhan
berat
3.
Keluhan
sedang
4.
Keluhan
ringan
5.
Tidak ada
keluhan
INTERVENSI
1.
Monitor
jumlah nutrisi dan kandungan kalori
2.
Anjurkan
pasien untuk meningkatkan intake Fe.
3.
Berikan
informasi tentang kebutuhan nutrisi
4.
Monitor
kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht.
5.
Monitor mual
dan muntah
6.
Monitor
pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva.
3)
Diagnosa
keperawatan 3 ( intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum )
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam masalah intoleransi aktivitas pada Tn. T dapat
teratasi dengan kriteria hasil:
Indicator
|
Awal
|
Tuj
|
1.
Mampu
melakukan aktivitas sehari – hari (ADLs) secara mandiri
2.
Tanda –
tanda vital normal
|
2
3
|
5
5
|
Keterangan :
1. Keluhan
ekstrim
2. Keluhan
berat
3. Keluhan
sedang
4. Keluhan
ringan
5. Tidak ada
keluhan
INTERVENSI
1.
Bantu pasien
/ keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas.
2.
Bantu klien
untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan.
3.
Monitor
respon fisik, emosi, social dan spiritual.
4.
Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
4)
Diagnose
keperawatan 4 ( ancietas berhubungan dengan status kesehatan )
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam masalah kecemasan pada Tn. T dapat teratasi dengan
kriteria hasil:
Indikator
|
Awal
|
Tuj
|
1.
Vital sign
dalam batas normal
2.
Menunjukan
teknik untuk mengontrol cemas
3.
Klien
tampak nyaman
|
2
2
2
|
5
5
5
|
Keterangan :
1.
Keluhan
ekstrim
2.
Keluhan
berat
3. Keluhan
sedang
4. Keluhan
ringan
5. Tidak ada
keluhan.
INTERVENSI
1.
Jelaskan
tujuan pemberian tindakan pada klien dan keluarga
2.
Anjurkan
keluarga tetap bersama klien
3.
Anjurkan
untuk istirahat
4.
Berikan
lingkungan yang tenang.
b. Implementasi
keperawatan
Rabu, 18 Februari 2015
Diagnosa 1 ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
23.30
:
melaksanakan pemasangan program terapi infuse NaCl
Respon
: Ds : Pasien mengatakan lemas
Do :
pasien terlihat pucat, konjungtiva anemis.
Kamis, 19 Februari 2015
Diagnosa 3 intoleransi aktivitas
05.00
: melakukan
TTV
Respon
: Ds : pasien mengatakan lemas
Do :
TD 110/60 mmHg, S 36.80C, RR 26x/mnt, N
68x/mnt, konjungtiva anemis.
Diagnosa 2 resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
09.00
: pemberian terapi injeksi rantin 2 x 2ml dan dexa (2 x
10mg)
Respon
: Ds : pasien kooperatif
Do : telah masuk terapi injeksi
rantin 2 x 2ml, dexa 2x10mg via IV.
Diagnosa 1 ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
14.00
: pemberian transfuse darah
Respon
: Ds : pasien
mengatakan khawatir terhadap dirinya.
Do :
telah masuk transfuse darah 1 kolf mayor 2 dengan gol. Darah AB
Diagnosa 2 ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
15.30
: mengkaji mual dan muntah
mengambil darah 3cc untuk
pengecekan Hb / Ht
Respon
: Ds : pasein
mengatakan perutnya sakit dan rasanya
ingin
muntah saat diisi makanan.
Do :
pasien tampak lemas dan pucat dan mengalami
penurunan BB (50 menjadi 48 kg).
Ds :
pasien mengatakan sakit saat diambil darahnya.
Do :
pasien terlihat menahan sakitnya, Hb 2.5g/dL dan Ht 7%.
Diagnosa 4 ancietas
18.00
: memotivasi untuk istirahat dan menganjurkan keluarga untuk tetap bersama
pasien. Memonitor tetesan infuse NaCl, memonitor KU pasien
Respon
: Ds : pasien
mengatakan sulit untuk tidur
Do :
keluarga pasien terlihat selalu bersama pasien dan pasien tampak gelisah.
Ds : pasien mengatakan masih
lemas.
Do : pasien tampak pucat dan telah masuk NaCl 20 tpm, KU cukup.
Jumat, 20
Februari 2015
Diagnosa 3 intoleransi aktivitas
07.00 : Mengkaji TTV
Diagnosa 4 ancietas
07.00 : Menganjurkan kepada keluarga
Diagnosa 2 ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
07.00 : pasien untuk diberi asupan nutrisi
kepada pasien.
Diagnosa 1 ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
07.00 : Memberikan terapi obat dexa dan
ranin
Memonitor KU pasien
Respon: Ds : pasien tampak kooperatif
Do : TD 120/70 mmHg, S 37,00C,
RR 24x/mnt, N 74x/mnt
Ds : pasien mengatakan belum
nafsu makan.
Do : pasien tampak lemas.
Ds : pasien mengatakan lemas
Do : telah masuk injeksi dexa
2 x 10mg. dan ranin 2 x 2ml.
Ds : pasien kooperatif
Do : KU sedang.
Diagnosa 3 intoleransi aktivitas
07.30 : membantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan.
Respon : Ds
: pasien mengatakan pusing ketika beraktivitas.
Do : pasien terlihat pucat dan lemas, TD 110/60 mmHg, Hb 2,5g/dL.
c.
Evaluasi
Jumat, 20
Februari 2015
a. Diagnosa
Keperawatan 1 ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan konsentrasi Hb dan darah
S : klien
mengatakan, lemas dan pusing
O : pasien
tampak pucat, akral masih dingin, Hb masih 2,5 dan masih
terpasang
transfuse darah 1 kolf. TD 120/80mmHg.
A : masalah
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer belum teratasi.
Indicator
|
Awl
|
Tuj
|
Akhr
|
1.
Membrane
mukosa warna merah muda
2.
Tidak ada
sesak
3.
Tiadak ada
sianosis
4.
Akral
hangat
|
2
5
5
2
|
5
5
5
5
|
3
5
5
2
|
P : lanjutkan intervensi
1. Berikan transfuse darah
2. Batasi pada gerakan kepala, leher
dan punggung
b. Diagnosa
Keperawatan 2 ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia
S : klien
mengatakan nafsu makan berkurang dan jika makan selalu
muntah
O : pasien
tampak pucat, konjungtiva anemis dan BB menurun (50
menjadi 48 kg).
A : masalah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
belum teratasi.
Indicator
|
Awl
|
Tuj
|
Akhr
|
1.
BB ideal
sesuai dengan TB
2.
Tidak ada
tanda – tanda mal nutrisi
3.
Tidak
terjadi penurunan BB yang berarti
|
2
3
2
|
5
5
5
|
2
4
3
|
P : lanjutkan intervensi
1.
Monitor mual
dan muntah
2.
Monitor
kadar albumin, total protein, Hb, dan Ht.
3.
Anjurkan
pasien untuk meningkatkan intake Fe.
c. Diagnosa
keperawatan 3 intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
S : pasien mengatakan masih lelah jika melakukan
aktivitas, pusing setelah melakukan aktivitas.
O : pasien tampak kelelahan ketika melakukan aktivitas, dan pola aktivitas
masih dibantu oleh keluarganya, TD 110/60 mmHg, EKG takikardi, dan Hb 2.5g/dL.
A : masalah intoleransi aktivitas belum teratasi
Indicator
|
Awl
|
Tuj
|
Akhr
|
1.
Mampu
melakukan aktivitas sehari – hari (ADLs) secara mandiri
2.
Tanda –
tanda vital normal
|
2
3
|
5
5
|
3
3
|
P : lanjutkan intervensi
1.
Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
2.
Bantu pasien
/ keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas.
d. Diagnosa
Keperawatan 4 ancietas berhubungan dengan status kesehatan
S : klien
mengatakan masih cemas dengan keadaannya
O : pasien
tampak gelisah, insomnia, mata sembab dan terlihat pucat.
A : masalah
ancietas belum teratasi.
Indicator
|
Awl
|
Tuj
|
Akhr
|
1.
Vital sign
dalam batas normal
2.
Menunjukan
teknik untuk mengontrol cemas
3.
Klien
tampak nyaman
|
2
2
2
|
5
5
5
|
3
3
3
|
P : lanjutkan intervensi
1.
Anjurkan
untuk istirahat
2.
Monitor
kadar albumin, total protein, Hb, dan Ht.
3.
Anjurkan
pasien untuk meningkatkan intake Fe.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini, penulis membahas
kesenjangan yang ada pada teori dengan kasus nyata yang ada pada Tn. T dengan
anemia di ruang Cendana RSU Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Penulis melakukan pengelolaan kasus
selama 3 hari, mulai tanggal 18 sanpai dengan 20 Februari 2015. Penulis
melakukan pengkajian sampai dengan evaluasi. Dalam pembahasan penulis mencoba
mengkaitkan antara sumber – sumber tentang pasien dengan asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan system hematopoesis : anemia.
A.
Pengkajian
Pengkajian
yaitu pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan
informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenai
masalah – masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik,
mental, social dan lingkungan.
Pengkajian
dilaksanakan dengan menggunakan format pengkajian pola Gordon, alasan penulis
menggunakan format pengkajian tersebut karena penulis menganggap bahwa format
pengkajian pola fungsional Gordon dapat menjawab semua data – data yang
dibutuhkan penulis dalam menjalankan proses keperawatan dimana sesuai teori
pengkajian pada pasien dengan anemia meliputi riwayat kesehatan, pasien masuk
Rumah Sakit tanggal 18 Februari 2015 dengan keluhan lemas. Pada saat pengkajian
ditemukan keluhan lemas dan pusing. Riwayat penyakit dahulu pasien tidak
mempunyai riwayat penyakit seperti sekarang ini. Pasien belum pernah dirawat di
Rumah Sakit, jika pasien sakit pasien hanya periksa ke klinik dekat rumahnya.
Dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit menurun seperti
hipertensi, dan tidak ada yang menderita cacat.
Penulis
melakukan pengkajian pada tanggal 18 Februari 2015 dengan menggunakan metode
wawancara, pengamatan dan pemeriksaan fisik serta dokumentasi, selain itu juga
mempelajari rekam medic pasien atau buku status catatan keperawatan pasien.
Pengkajian
yang muncul pada pasien anemia menurut Boedihartono 1994 adalah sebagai berikut
:
1.
Makanan /
Cairan
Tanda yang
terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian ditemukan data pasien
mengatakan nafsu makan menurun, mual, muntah pasien tampak lemas, pucat,
berbaring ditempat tidur, BB mengalami penurunan 50 kg menjadi 48 kg, minum
hanya 3 gelas belimbing selama sakit. Sedangkan data yang terdapat pada pasien
anemia menurut Boedihartono 1994 adalah penurunan
masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal tinggi
(DB), nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring),
mual/muntah, dyspepsia, anoreksia, adanya penurunan berat badan.
Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut
Boedihartono ditemukan perbedaan yaitu nyeri mulut atau lidah, kesulitan
menelan (ulkus pada faring) dan dyspepsia.
Dyspepsia menurut Price, Sylvia (1994) yaitu pada anemia terjadi disfungsi
motalitas gastrointestinal, yang disebabkan karena ostipasi sehingga
peristaltic usus menurun dan aliran darah ke gastrointestinal juga menurun,
yang merangsang system saraf simpatis dan terjadi hipoksia sel dan jaringan
yang mengakibatkan kebutuhan O2 tidak terpenuhi sehingga transportasi O2
menurun dan terjadi dyspepsia.
2.
Eliminasi
Tanda yang
terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian ditemukan data pasien
mengatakan belum BAB selama 3 hari selama sakit. Sedangkan data yang terdapat
pada pasien anemia menurut Boedihartono 1994 adalah distensi abdomen.
Dari data
yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut Boedihartono
ditemukan perbedaan yaitu distensi abdomen.
Distensi
abdomen menurut Price, Sylvia (1994) yaitu pada anemia terjadi peningkatan
tekanan abdominal yang menghasilkan peningkatan tekanan dalam perut dan menekan
dinding perut. Distensi abdominal yang mungkin dihasilkan dari cairan dan gas
normal berada dalam gastrointestinal tetapi tidak dalam ruangan peritoneal.
Jika cairan atau gas tidak dapat keluar secara bebas distensi abdominal dapat
terjadi. Dalam ruangan peritoneal, distensi dapat menyebabkan perdarahan akut,
akumulasi dari cairan asites atau udara dari perforasi dari organ dalam perut.
3.
Aktivitas
Dan Latihan
Tanda yang
terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian ditemukan data badan
lemas, pasien tampak lemah, pucat, ADL dibantu keluarga atau orang lain, Hb 2.5
g/dl dan pada EKG hasilnya sinus takikardi. Sedangkan data yang terdapat pada
pasien anemia menurut Boedihartono 1994 adalah takikardi, toleransi terhadap
latihan rendah, kelemahan otot dan penurunan kekuatan, berjalan lambat dan
tanda – tanda lain yang menunjukkan keletihan.
Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut
Boedihartono ditemukan tidak ada perbedaan.
4.
Tidur Dan
Istirahat
Tanda yang
terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian ditemukan data pasien
berbaring ditempat tidur, insomnia, mata sembab, terdapat lingkar hitam
disekitar mata, tidur hanya 3 jam. Sedangkan data yang terdapat pada pasien
anemia menurut Boedihartono 1994 adalah dispnea pada waktu bekerja atau
istirahat, kurang tertarik pada sekitarnya,
Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut Boedihartono
ditemukan ada perbedaan yaitu dispnea pada waktu bekerja atau istirahat.
Dispnea menurut Price, Sylvia (1994) yaitu pada anemia transport O2 menurun
sehingga kebutuhan O2 tidak terpenuhi mengakibatkan hipoksia sel dan jaringan
dan terjadi kompensasi oleh jaringan dengan meningkatkan haterate sehingga
kerja jantung meningkat dan beban jantung meningkat dalam waktu yang lama juga
otot mengalami hipertrofi dan kemampuan kompensasi menurun sehingga terjadi
dispnea.
5.
Kognitif
Tanda yang
terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian ditemukan data
neurosensori dalam keadaan masih berfungsi dengan baik. Sedangkan data yang
terdapat pada pasien anemia menurut Boedihartono 1994 yaitu penurunan
penglihatan dan bayangan pada mata, gangguan koordinasi.
Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut
Boedihartono ditemukan ada perbedaan yaitu terjadi penurunan penglihatan dan
bayangan pada mata.
Penurunan penglihatan menurut Price, Sylivia (1994) yaitu karena pada
anemia terlihat dalam dan superficial, termasuk edema pupil. Diakibatkan karena
anoreksia dan mengakibatkan infark retina sehingga tidak jarang ditemukan pula
suatu bercak eksudat kapas, hal ini yang mengakibatkan pandangan menjadi kabur
pada anemia.
6.
Persepsi
Diri
Tanda yang
terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian ditemukan data pasien
cemas, menarik diri, dan takut berada di rumah sakit. Sedangkan data yang
terdapat pada pasien anemia menurut Boedihartono 1994 yaitu apatis, gelisah,
menarik diri, dan depresi.
Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang
ada diatas menurut Boedihartono ditemukan tidak ada perbedaan.
7.
Seksualitas
Tanda yang
terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian ditemukan data hilang
lobido. Sedangkan data yang terdapat pada pasien anemia menurut Boedihartono
1994 yaitu hilang libido. Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data
yang ada diatas menurut Boedihartono tidak ada pebedaan.
8.
Peran
Dan Hubungan
Tanda yang
terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian ditemukan data pasien
jarang berbicara dan cenderung menarik diri. Sedangkan data yang terdapat pada
pasien anemia menurut Boedihartono 1994 yaitu apatis, cenderung untuk tidur,
dan kurang tertarik pada sekitarnya. Dari data yang diperoleh dilahan praktek
dan data yang ada diatas menurut Boedihartono tidak ada pebedaan.
9.
Management
Koping Stress.
Tanda yang
terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian ditemukan data jika ada
masalah pasien membicrakan dengan anak – anaknya.
10. Sytem Nilai
Dan Keyakinan
Tanda yang
terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian ditemukan data tidak
menjalankan sholat 5 waktu, karena merasa dirinya sangat lemas. Sedangkan data
yang terdapat pada pasien anemia menurut Boedihartono 1994 yaitu keyakinan
agama mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya transfuse darah dan depresi.
Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut
Boedihartono ditemukan ada perbedaan yaitu terjadi depresi.
Depresi menurut Price, Sylivia (1994) yaitu karena factor kurang
pengetahuan yang menyebabkan penderita menjadi gelisah dan depresi pada saat
pemberian transfuse darah.
Dari data – data yang telah diperoleh kemudian dikumpulkan sehingga penulis
dapat mengelompokan diagnosa keperawatan berdasarkan kebutuhan menurut Maslow.
Selain dari pasien, data juga diperoleh dari keluarga, perawat dan catatan
medic. Semua data yang diperoleh tersebut digunakan dalam usaha mengelola
masalah Tn. T. dari data itu muncul beberapa masalah yang merupakan gambaran
respon pasien terhadap keadaan. Gambaran respon tersebut dinamakan diagnosa
keperwatan. Dalam pengkajian penulis tidak mengalami kesulitan karena pasien
dan keluarga kooperatif.
B.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan yaitu diagnosa yang dibuat oleh perawat professional,
menggambarkan tanda – tanda dan gejala yang menunjukkan masalah kesehatan yang
dirasakan pasien dimana perawat berdasarkan pendidikan dan pengalamannya dapat
dan mampu menolongnya (Gordon).
Menurut (Doengoes ; 2000) menyebutkan, diagnosa yang mungkin muncul pada
masalah anemia ada enam diagnosa keperawatan, sedangkan pada kasus ini
ditemukan empat diagnosa keperawatan yang sesuai dengan terori, namun dari
teori ada yang tidak muncul pada kasus ini. Untuk itu penulis akan menjelaskan
mengapa hal ini terjadi dan diagnosa tersebut disoroti, diidentifikasi sebagai
masalah yang perlu dipecahkan diantaranya yaitu :
1.
Diagnosa
keperawatan yang ada dalam teori, tetapi tidak muncul dalam kasus.
a. Gangguan rasa nyaman nyeri
berhubungan dengan proses penyakit.
Gangguan rasa nyaman nyeri adalah merasa kurang senang, lega dan sempurna dalam
dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan social (NANDA 2013), didukung
dengan batasan karakteristik : menangis, iritabilitas, merintih, melaporkan
rasa lapar, melaporkan rasa gatal dan berkeluh kesah. Tetapi dalam pengakajian
padan Tn. T tidak ditemukan batasan karakteristik dari gangguan rasa nyaman
nyeri berhubungan dengan proses penyakit. Hal ini dikarenakan perhatian dan
keaktifan dari keluarga maupun orang lain dalam pemenuhan kebutuhan ADL pasien
sehari – hari dan juga diperlihatkan dengan banyaknya saudara dan tetangga yang
menjenguk.
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan pertahanan sekunder tidak adekuat.
Resiko tinggi infeksi adalah mengalami peningkatan resiko terserang organisme
patogenik (NANDA 2013), didukung dengan factor resiko : penyakit kronis,
pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan pathogen, pertahanan
tubuh primer yang tidak adekuat, ketidak adekuatan pertahanan sekunder,
vaksinasi tidak adekuat, pemajanan terhadap pathogen lingkungan meningkat,
prosedur invasive, dan mal nutrisi. Tetapi dalam pengakajian padan Tn. T tidak
ditemukan factor – factor resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder
tidak adekuat. Hal ini dikarenakan tidak ada tanda – tanda terjadinya
peningkatan pada leukosit.
2.
Diagnosa
keperawatan yang muncul sesuai tinjauan teori.
a.
Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb dan
darah.
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer yaitu perubahan
sirkulasi darah keperifer yang dapat mengganggu kesehatan (NANDA 2013),
didukung dengan batasan karakteristik : perubahan fungsi motorik, perubahan
karakteristik kulit, perubahan darah diekstremitas, warna kulit pucat saat
elevasi, kelemahan otot, penurunan nadi, kelemahan, penurunan Hb. Dari data
hasil pengkajian didapatkan data dari Tn. T diantaranya pasien mengatakan
lemas, pasien terlihat pucat, akral dingin, Hb 2.5 g/dl, TD 110/60 mmHg, dan konjungtiva
anemis.
Penulis menegakkan diagnosa tersebut karena adanya data – data
yang sangat mendukung untuk dimunculkannya diagnosa ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer karena adanya hasil laboratorium yang menyatakan hasil Hb 2.5g/dl.
Dan jika tidak diatasi maka akan terjadi penurunan Hb.
b. Resiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yaitu
beresiko pada asupan nutrisi kurang dari kebutuhan metabolic (NANDA 2013).
Dengan batasan karakteristik melaporkan intake kurang dari kebutuhan tubuh,
konjungtiva dan membrane mukosa pucat, lemah otot, melaporkan kurang makan,
melaporkan perubahan sensasi rasa, enggan makan, diare, suara usus hiperaktif,
kurangnya informasi. Dari hasil pengkajian didapatkan data dari Tn. T
diantaranya pasien mengatakan mual, dan jika makan selalu muntah, pasien tampak
lemas dan pucat, berbaring ditempat tidur, BB 48 kg, (sebelum sakit 50 kg),
makan habis ¼ porsi.
Penulis menegakkan diagnosa tersebut karena adanya data – data
yang sangat mendukung untuk munculnya diagnosa resiko ketidaseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh jika tidak diatasi maka kebutuhan tubuh akan
nutrisi tidak adekuat yang bisa menyebabkan menjadi malnutrisi sehingga
memperburuk keadaan pasien serta terjadi penurunan energy untuk melakukan
aktivitas.
c. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Intoleransi aktivitas yaitu ketidakcukupan energy secara
fisiologis atau psikologis dalam pemenuhan aktivitas sehari – hari yang
dibutuhkan atau diperlukan (Smeltzer, 2013). Diagnosa didukung dengan batasan
karakteristik laporan verbal: kelelahan atau kelemahan, tidak nyaman, respon
terhadap aktivitas menunjukan nadi dan tekanan darah abnormal dyspepsia,
perubahan EKG menunjukan aritmia atau disritmia. Data data pengkajian pada Tn.
T diperoleh data seperti pasien mengatakan badannya lemas, tampak pucat,
terbaring di tempat tidur, ADL dibantu keluarga atau orang lain, Hb 2,5g/dl,
dan hasil EKG sinus taki kardi.
Penulis menegakkan diagnosa tersebut karena adanya data – data
yang sangat mendukung untuk dimunculkannya diagnosa intoleransi aktivitas, dan
penulis memprioritaskan diagnosa ini karena penulis menganggap bahwa aktivitas
pasien sangat mendukung terhadap kasus keperawatan, dan apabila intoleransi
aktivitas pasien berlanjut maka aktivitas akan terganggu dan kebutuhan ADL
tidak dapat terpenuhi secara optimal.
d. Ancietas
berhubungan dengan status kesehatan
Ancietas yaitu perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai
respon autonom (sumber seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh
individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal
ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu atau adanya
bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman (NANDA 2013).
Diagnosa didukung dengan batasan karakteristik perilaku: penurunan
produktivitas, gelisah, insomnia, kontak mata yang buruk, mengekspresikan
kekawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup. Affektif : gelisah,
berfokus pada diri sendiri, ketakutan, perasaan tidak adekuat. Simpatik :
anoreksia, eksitasi kardiovaskuler, mulut kering. Dari data pengkajian Tn. T
diperoleh data pasien mengatakan cemas terhadap rasa sakitnya, tampak gelisah,
menarik diri, insomnia, berfokus pada diri sendiri.
Penulis menegakkan diagnosa tersebut karena adanya data – data yang sangat
mendukung untuk dimunculkannya diagnosa ancietas, dan penulis memprioritaskan
diagnosa ini karena penulis menganggap bahwa ancietas sangat mendukung terhadap
kasus keperawatan, dan apabila ancietas tidak ditangani maka akan memperlambat
kesembuhan pasien.
C. Intervensi
Perencanaan atau focus intervensi adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan
secara tepat mengenai rencana tindakan yang dilakukan terhadap pasien sesuai
dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan.
Disini penulis akan membahas apakah perencanaan telah disusun menurut prioritas
masalah, bagaimana menemukan intervensi keperawatan dan penulisan instruksi
keperawatan / dokumentasi, serta bagaimana mengatur agar sesuai rencana
tindakan ini dengan teori dan kondisi pasien serta fasilitas yang ada. Penulis
menggunakan intervensi dari NANDA untuk menyelesaikan beberapa masalah
keperawatan yang muncul dan disertakan pula rasional dari masing – masing
intervensi.
1.
Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb dan darah
Tujuan dan criteria hasil yang diharapkan penulis pada pasien adalah setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam adalah ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer teratasi, membrane mukosa warna merah muda, tidak ada sesak,
tidak ada sianosis dan akral hangat.
Untuk mengatasi masalah tersebut penulis membuat intervensi pada tanggal 18
Februari 2015 adalah monitor adanya paretese rasionalnya mengetahui adanya
takikardi dan hipotensi karena gangguan fungsi ginjal dan gangguan produksi
hormone eritropoentin yang menyebabkan stimulus pembentukan sel darah merah
disumsum tulang belakang menurun dan produksi eritrosit menurun, batasi gerakan
pada kepala, leher dan punggung rasionalnya untuk meningkatkan ekspansi paru
dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler karena terjadi penumpukan
asam laktat pada jaringan pada metabolisme anaerob akibat hipoksia sel dan
jaringan, monitor kemampuan BAB agar mengetahui kelancaran saat defekasi
rasionalnya mengetahui kandungan nutrisi yang ada pada asupan nutrisi pasien
seperti B12, Fe, asam folat agar tidak terjadi kehilangan komponen pembentuk
eritrosit dan defekasi bisa lancar, kolaborasikan pemberian analgetik
rasionalnya agar tidak terjadi peningkatan isi lambung, peristaltic menurun
karena aliran darah ke gastrointestinal menurun terjadi ostipasi dan
menyebabkan masalah pada gastrointestinal.
2.
Diagnosa resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia
Tujuan dan criteria hasil yang diharapkan penulis pada pasien adalah setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam adalah resiko ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan criteria hasil pasien makan
habis 1 porsi, pasien tampak segar, tidak mual, muntah, Hb dalam batas normal.
Untuk mengatasi masalah tersebut penulis membuat intervensi pada tanggal 18
Februari 2015 adalah monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori rasionalnya
memberikan suplemen asam folat yang dapat merangsang pembentukan sel darah
merah dan memberikan diit kaya zat besi untuk mengembalikan zat besi yang
hilang, anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe rasionalnya agar tidak
terjadi kehilangan komponen pembentuk eritrosit sehingga eritrosit terbentuk
sempurna dan tidak mudah pecah juga tidak mengalami hemolisis, berikan
informasi tentang kebutuhan nutrisi rasionalnya untuk menurunkan kelemahan,
sehingga dapat meningkatkan pemasukkan dan mencegah terjadinya distensi gaster,
monitor kadar albumin, total protein, Hb rasionalnya karena albumin merupakan
protein yang berperan penting untuk menahan cairan supaya tetap berada didalam
pembuluh darah, bila kadar albumin berkurang maka cairan dalam pembuluh darah
akan keluar menuju jaringan yang dapat mengakibatkan bengkak. Jika kekurangan
albumin dapat terjadi pada kekurangan gizi, monitor mual dan muntah rasionalnya
untuk meminimalkan peningkatan isi lambung dan mengurangi peristaltic usus dan
aliran darah kegastrointestinal dapat menjadi normal, sehingga tidak terjadi
hipoksia sel dan jaringan, monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva rasionalnya agar tidak terjadi degenerasi eritrosit sehingga
eritrosit tidak mudah rapuh dan tidak terjadi hemolisis, yang kemudian
transport O2 terpenuhi.
3.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Tujuan dan criteria hasil yang penulis harapkan adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah intoleransi aktivitas
dapat secara mandiri dengan criteria hasil sebagai berikut: mampu melakukan
aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri dan tanda – tanda vital normal.
Untuk mengatasi masalah tersebut penulis membuat intervensi pada tanggal 18
Februari 2015 adalah bantu pasien / keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas agar aktivitas pasien dapat terpantau rasionalanya agar
tidak terjadi kelelahan dan tidak terjadi penumpukan asam laktat pada jaringan,
bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan rasionalnya
menunjukan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 yang mempengaruhi
keamanan pasien, dan observasi tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah aktivitas rasionalnya manifestasi kardiopulmonal dari upaya
jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
4.
Diagnosa ancietas berhubungan dengan status kesehatan
Tujuan dan criteria hasil yang penulis harapkan adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah ancietas dapat
berkurang dengan criteria hasil sebagai berikut: vital sign dalam batas normal,
menunjukan teknik untuk mengontrol cemas, klien tampak nyaman.
Untuk mengatasi masalah tersebut penulis membuat intervensi pada tanggal 18
Februari adalah jelaskan tujuan pemberian tindakan pada klien dan keluarga
rasionalnya untuk mengurangi ancietas tentang ketidaktahuan meningkatkan stress
dan selanjutnya meningkatkan beban jantung, sehingga pengetahuan dapat
meminimalkan ancietas, anjurkan keluarga tetap bersama klien untuk mendampingi
rasionalnya karena terjadi kelelahan yang disebabkan oleh penurunan suplai darah
ke jaringan otak, anjurkan untuk istirahat rasionalnya agar hormone
eritropoentin dapat berproduksi secara maksimal, dan berikan lingkungan yang
tenang.
D. Implementasi
Implementasi yaitu suatu tahap dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan
yang telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara
optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap ini penulis akan membahas
antara lain adalah tentang mengkomunikasikan dan mengorganisasikan antara staf
yang bekerja dalam satu tim dalam melaksanakan rencana keperawatan kepada
pasien. Selain itu dibahas tentang manajemen patient care terhadap pasien yang
meliputi apakah semua rencana tindakan dapat diimplementasikan seluruh rencana
tindakan yang dibuat oleh penulis dapat dilaksanakan dengan baik, dalam
melaksanakan implementasi penulis tidak mencantumkan intervensi tambahan atau
modifikasi, prosedur yang dilaksanakan sesuai dengan teori.
1.
Implementasi
diagnosa pertama
Dari intervensi diatas dapat dilaksanakan oleh penulis, dalam tindakan
memberikan transfuse darah, pemberian terapi obat inj. Rantin 2 x 2ml dan dexa
masing – masing 2 x 10mg via IV, melakukan TTV, memonitor KU pasien, dan
mengambil darah 3cc untuk mengecek Hb dan Ht.
2.
Implementasi diagnosa kedua
Dari intervensi diatas penulis dapat dilaksanakan oleh penulis, mengakaji mual
dan muntah, menganjurkan kepada keluarga dan pasien untuk diberi asupan nutrisi
kepada pasien. Serta dimana dalam melaksanakan tindakan keperawatan juga
melibatkan pihak lain seperti keluarga, ahli gizi dan tim meedis lainnya.
3.
Implementasi diagnosa ketiga
Dari intervensi diatas dapat dilaksanakan oleh penulis memonitor tanda – tanda
vital pasien, membantu pasien / keluarga untuk mengidentifikasikan kekurangan
dalam beraktivitas dan membantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan. Tetapi disini penulis berkolaborasi dengan keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari – hari pasien (ADL), maka penulis
mendelegasikan kepada keluarga karena keluarga lebih dekat dengan pasien.
4.
Implementasi diagnosa keempat
Dari intervensi diatas dapat dilaksanakan oleh penulis memotivasi pasien untuk
istirahat dan menganjurkan keluarga tetap bersama pasien. Disini juga penulis
berusaha menciptakan lingkungan yang tenang agar pasien dapat beristirahat
dengan nyaman.
Factor pendukung dan penghambat dalam implementasi keperawatan yaitu pertama
factor pendukungnya adalah pasien dan keluarga yang sangat kooperatif, catatan
medic yang lengkap, serta staf medis atau perawat ruangan yang terbuka dan mau
membantu penulis dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Yang kedua factor
penghambat dalam melaksanakan implementasi keperawatan yaitu ketidakfokusan
penulis dan keterbatasan waktu.
E. Evaluasi
Tahap penilaian dan evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya.
Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan rencana
tindakan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan secara
optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Penilaian keperawatan adalah mengukir keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan
tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasien.
Dari empat permasalahan yang ditemui oleh penulis saat pengkajian, kemudian
disusun perencanaan tindakan untuk menyelesaikan maslaah tersebut, selanjutnya
diimplementasikan secara langsung kepada pasien. Pada tahap ini penulis akan
membahas tentang apakah tujuan dan criteria hasil asuahan keperawatan yang
telah dicapai, dan bila ternyata pencapaian tidak sesuai dengan yang diharapkan
maka kemungkinannya adalah mengakaji ulang rencana asuhan keperawtan dan
memodifikasi asuhan keperawatan tersebut dengan melihat situasi dan kondisi
psaien.
Untuk mengetahui apakah tujuan dan criteria hasil asuhan keperawatan yang telah
tercapai, evaluasinya adalah sebagai berikut:
1.
Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan Hb dan darah.
Evaluasi pada tanggal 20 Februari 2015 adalah sebagai berikut ditemukan data
subjektif pasien mengatakan pusing dan masih lemas, data objektif Hb 2.8g/dl
(sebelum tranfusi 2.5g/dl), TD 110/60 mmHg dan konjungtiva anemis. Maka penulis
menyimpulkan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer belum teratasi
karena ada kelainan pada darah pasien, yaitu talasemia mayor. Sehingga penulis
mendelegasikan untuk melanjutkan intervensi dalam pemberian tranfusi darah.
2.
Resiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
Dari semua rencana tindakan yang telah penulis laksanakan evaluasi Tn. T pada
tanggal 20 Februari 2015 adalah sebagai berikut data subjektif pasien
mengatakan masih mual dan muntah jika makan, data objektif Tn. T tampak lemas
dan pucat, infuse NaCl mengalir 12 tetes/menit, makan hanya habis ¼ porsi. Maka
penulis menyimpulkan masalah resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh belum teratasi, karena pasien belum bisa menghabiskan makan
dalam 1 porsi, dan disini penulis berkolaborasi dengan ahli gizi untuk
memberikan diit kaya zat besi dengan tujuan untuk membantu mengembalikan
eritrosit yang hilang. Penulis mendelegasikan untuk melanjutkan inrvensi dalam
pemberian asupan nutrisi yang kaya akan zat besi dan kalori.
3.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Evaluasi Tn. T pada tanggal 20 Februari adalah sebagai berikut data subjektif
pasien mengatakan lelah setelah aktivitas, data objektif Tn. T tampak kelelahan
saat beraktivitas, Hb 2.8 g/dl dan tampak pucat, dari data hasil yang ada maka
penulis menyimpulkan bahwa intoleransi aktivitas belum teratasi, karena pasien
belum bisa ADL secara mandiri dan terjadi hipoksia dalam sel dan jaringan yang
mengakibatkan metabolosme anaerob sehingga terjadi penumpukan asam laktat yang
mengakibatkan kelelahan. Penulis mendelegasikan pada perawat untuk
mempertahankan intervensi.
4.
Ancietas
berhubungan dengan status kesehatan
Evaluasi tn. T pada tanggal 20 Februari 2015 adalah sebagai berikut data
subjektif pasien mengatakan susah tidur, data objektif Tn.T tampak gelisah dan
menarik diri, mata sembab, terdapat lingkar hitam disekitar mata dan konjungtiva
anemis, tidur hanya 3 jam. Dari data yang sudah ada maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa masalah ancietas belum teratasi, karena pasien belum bisa
tidur secara nyaman dan karena factor kurang tidur yang berpengaruh pada
hormone eritopoentin yang bekerja pada waktu tidur, sedangkan tidur pasien
hanya 3 jam sehingga mengakibatkan produksi hormone tersebut tidak bekerja
maksimal, hal ini menjadi salah satu penghambat produksi Hb. Penulis
mendelegasikan kepada perawat untuk mengkondusifkan lingkungan yang tenang agar
pasien dapat istirahat dengan nyaman.
Dari data diatas penulis menyimpulkan bahwa evaluasi dari pelaksanaan rencana
tindakan keperawatan belum sesuai dengan tujuan dan criteria hasil yang
diharapkan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan pengkajian sejak tanggal 18 Februari 2015 di
ruang Cendana RSU Prof. Dr. Margono Soekarjo pada Tn. T dengan anemia. Proses
pelaksanaan meliputi pengkajian, menganalisa data, menentukan masalah (diagnose
keperawatan), membuat perencanaan (intervensi), melaksanakan perencanaan
(implementasi), dan mengevaluasi keseluruhan tindakan.
Penulis telah melaksanakan proses keperawatan yang meliputi :
1. Dalam
aplikasi pengkajian penulis menggunakan pola pengkajian fungsional Gordon. Data
– data yang diperoleh selama pengkajian dapat disajikan sebagai acuan
ditegakannya diagnose keperawatan, data tersebut meliputi data subjektif dan
objektif. Hasil pengkajian pada tanggal 18 Februari 2015 penulis mendapatkan
data : pasien mengatakan pusing, lemas, badan lemas, pucat, tidak bisa tidur,
tidur 3 jam, berat badan 48 kg (50 kg sebelum sakit), berbaring ditempat tidur,
makan habis ¼ porsi, mual dan muntah, konjungtiva anemis, Hb 2.5 g/dl, Ht 7%,
leukosit 1700 u/L, eritrosit 1,0 10^6/uL, gelisah dan menarik diri, ADL dibantu
keluarga atau orang lain, TD 110/60, EKG sinus takikardi.
2. Dalam
aplikasi diagnose penulis menemukan empat diagnose yaitu ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan Hb dan darah, resiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ancietas
berhubungan dengan status kesehatan. Keempat diagnose tersebut muncul sesuai
teori.
3. Dalam
aplikasi perencanan keperwatan merupakan aplikasi dari teori yang didapatkan
penulis selama dari bangku perkuliahan disesuaikan dengan kondisi klien
dilapangan dan standard penanganan kasus di RSU Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto hinga didapatkan perencanaan keperawatan yang tepat.
4. Implementasi
keperawatan merupakan tahapan dimana perencanaan keperawatan yang tepat
diaplikasikan menjadi tindakan keperawatan sesuai dengan diagnose keperawatan
yang muncul. Dalam hal ini ada kerjasama yang seimbang dan professional antara
penulis, perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya serta selalu melibatkan
pasien dan keluarga. Semua perencanaan yang dibuat dapat diimplementasikan dengan
baik sesuai tujuan yang ditetapkan. Hal ini terjadi karena intervensi yang
disusun sesuai dengan masalh dan kebutuhan pasien sehingga mampu dilaksanakan
penulis, keluarga, pasien dan perawat ruangan.
5. Pada tahap
evaluasi keperawatan, penulis menggunakan evaluasi respond an evaluasi SOAP.
Evaluasi respon mengacu pada respon pasien sesaat setelah dilakukan tindakan
keperawtan sedangkan evaluasi SOAP mengacu pada catatan perkembangan pasien.
Catatan perkembangan ini untuk mengukur tingkat keberhasilan tindakan
keperawatan. Evaluasi yang diperoleh pada tanggal 20 Februari 2015, diagnose
ketidakefekifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan Hb dan
darah belum teratasi, karena pada pasien terdapat kelainan darah yaitu
talasemia mayor, sehingga sulit untuk mengembalikan Hb kedalam batas normal.
Sehingga penulis harus melanjutkan intervensi monitor adanya paretese, berikan
transfuse darah. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan anoreksia belum teratasi, karena kurangnya asupan nutrisi yang
masuk kedalam tubuh menyebabkan absorbsi Fe, B12, dan asam folat berkurang,
menyebabkan kehilangan komponen pembentuk eritrosit, eritrosit tidak sempurna
dan mudah pecah sehingga terjadi hemolisis. Lanjutkan intervensi kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien, monitor kadar albumin, total protein, Hb dan Ht, monitor mual dan
muntah. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum belum teratas,
karena factor Hb yang masih rendah, yang mengakibatkan transport O2 menurun,
dan terjadi hipoksia sel dan jaringan dan terjadi penumpukan asam laktat pada
jaringan, sehingga terjadi kelemahan dan terjadi intoleransi aktivitas
lanjutkan intervensi bantu pasien / keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas, bantu klien untuk mendintifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan. Ancietas berhubungan dengan status kesehatan belum teratasi,
karena kurangnya pengetahuan yang menyebabkan kecemasan terhadap pasien, lanjutkan
intervensi instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi, jelaskan semua
prosedur dan apa yang akan dirasakan selama prosedur, tingkatkan istirahat.
6. Dalam
pendokumentasian terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. T penulis
mencatat pengkajian pada format pengkajian, menyusun setiap intervensi
keperawatan, dan tindakan keperawatan yang telah dilakukan dalam catatan medis
atau catatan keperawatan Tn. T.
Keberhasilan dari asuhan keperawatan
tergantung pada pemberi asuhan keperawtan, sarana dan prasarana yang tersedia
serta keadaan pasien, karena pada dasarnya pemberian asuhan keperawatan
meliputi hubungan antara perawat, psien dan anggota keluarga pasien.
B. Saran
Dari penulis akan mengungkapkan beberapa masukan
yang diharapkan dapat membantu meningkatkan mutu pendidikan dan tercapainya
mutu keperawatan yang baik dimasa yang akan datang diantaranya :
1.
Bagi perawat
a.
Berikan
informasi tentang anemia meliputi: kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
yang akurat kepada pasien dan keluarga pasien.
b.
Didalam
melakukan kegiatan keperawatan diperlukan pendekatan dengan keluarga pasien
sehingga terjalin kerjasama yang baik.
c.
Dalam
berkomunikasi perawat tidak hanya memperhatikan komunikasi verbal yang
dilakukan melalui kata-kata dan ucapan. Diharapkan untuk para perawat
memperhatikan penggunaan alat perlindungan diri seperti sarung tangan,
masker dalam melakukan tidakan keperawatan terutama pada tindakan
perawatan.
2.
Bagi pasien
a.
Penulis
memberikan saran kepada pasien untuk menghindari hal – hal yang dapat
memperberat keadaan anemia yang dialaminya sekarang seperti : mengkonsumsi
makanan yang dapat menurunkan tekanan darah sepeti timun, labu siam, dll.
b.
Pasien
diharapkan untuk memperhatikan dan melaksanakan anjuran perawat demi
keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan seperti: anjurkan pasien untuk
istirahat total, mengkonsumsi asupan nutrisi yang kaya akan zat besi untuk
mengembalikan Hb dalam batas normal.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer,
Arif (2001) Kapita selekta kedokteran Jilid 1, Jakarta, Media
Aesculapius. FKUI
Price,
Sylvia A (1994) Patofisiologi : konsep klinis proses – proses penyakit,
Jakarta, EGC.
Perry , A.G
dan Potter, P.A. (1993) fundamental of nursing : consept, process, and
practice.
Mansjoer. 2003. Kapita Selekta
Kedokteran, edisi III jilid 2. Jakarta : FKUI
Smeltzer.
2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa Agung Waluyo,
dkk. Editor Monika Ester, dkk edisi 8. Jakarta : EGC
Andrea
Saferi Wijaya, dkk. 2013. KMB 2. Yogyakarta : Nuha Medika
Nurarif,
Huda Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& Nanda Nic Noc. Yogyakarta : Mediaction Publishing
Wijaya Andra
Saferi, Yessi Mariza Putri. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah ( Keperawatan
Dewasa). Yogyakarta : Medical Book
Soebroto,
Ikhsan. 2010. Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia. Yogyakarta : Bangkit
Arisman .
2007. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC
DepKes RI.,
2003. Program Penanggulangan Anemia Gizi Pada Wanita Usia Subur (WUS).
Direktorat Gizi Masyarakat dan Binkesmas. Jakarta
Saifuddin.
2002. Ilmu Kebidanan Perkata Edisi Ke-3. Jakarta : EGC
Doenges
Marlyn, E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawat Pasien. Jakarta : EGC
Boedihartono.
1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta
Waryana. 2010. Gizi Reproduksi.
Yogyakarta : Pustaka Rihama
Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2002.
Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
0 komentar :
Posting Komentar